Sabtu, 05 September 2009

Bagaikan Bunga Anggrek di atas Lilin

oleh: Wahyu Tri Dharmasanti (9e)

“Hah...!” desahku menghela napas.Pagi ini memang pagi yang indah dan cerah.Tapi, bagiku itu hanya tinggal kenangan.Aku masih tak percaya apa yang dikatakan oleh Mama kemarin.Kata2 itu masih ada dalam benakku.”Oh, Tuhan.....Apa benar aku ini....? Nggak ! Nggak mungkin ! Mana mungkin Mama setega itu padaku, lagipula belum tentu kalau aku ini bukan anak kandung Mama yang sebenarnya.Pasti Mama bercanda dan berpikiran aneh2.Apalagi Mama itu orangnya suka banget bercanda”, kataku beranjak pergi keluar kamar.Sedari tadi yang kulakukan hanya mondar-mandir saja di kamar atas.Ah, sudahlah ! Aku tak peduli, mungkin aku saja yang salah dengar.Aku masih penasaran ,hem....krugk, krugk, krugk !” Astaga ! Aku baru saja ingat, aku kan, belum makan dari tadi siang.Wah, bisa gawat nich ! Kalau Mama tahu, bisa diomelin nich, Wak-awak !” .Aku bergegas turun dari tangga.Jantungku berdetak tidak karuwan, sepertinya mau copot.Untung saja Mama pulang sore,jadi aku bisa santai sedikit.Tapi, aku harus tetap waspada,jika sewaktu-waktu Mama pulang cepat.Selesai makan siang, aku masih harus minum obat dan vitamin, barulah aku tidur siang.
Jam berdentang menunjukkan bahwa sekarang sudah pukul 22.00 malam.Tidak biasanya kalau Mama pulang malam sekali.Aku khawatir dengan Mama dan kakak, apalagi Bi Asih tidak memberitahukan aku, ke mana Mama dan kakak pergi.Sudah berkali-kali aku menelpon Mama, tapi tetap saja hp Mama nggak aktif.Aku mulai curiga pada Mama, kakak, dan Bi Asih.Karena jika kuperhatikan, belakangan ini....banyak sekali tingkah laku aneh dan perubahan yang terjadi pada diri mereka. ”Kelihatannya... . Mama, kakak, dan Bi Asih mulai bersekongkol.Aku harus !menyelidikinya, sebelum semuanya terlambat ! Ya, itu harus ! Dan harus kulakukan !” kataku bergegas masuk ke kamar.Aku ini memang pintar,selalu ada saja yang kulakukan.Dan teman2 bilang bahwa aku ini cerdik hanya karna di otakku ini, memiliki beribu-ribu akal yang licik.Tapi, itu semua aku lakukan hanya untuk menolong orang.Bukan, berbuat jahat dan jail !
Setelah semuanya sudah kupersiapkan, tepat pukul 03.00 pagi, Mama dan kakak pulang dengan baju berwarna gelap.Sehingga aku tak begitu jelas melihat wajah Mama dan kakak.Saat Mama dan kakak berjalan mengendap-endap, lampu aku nyalakan.Aku duduk di sofa dekat lampu ruang keluarga.Mama dan kakak langsung kaget setengah mati.Melihat hali itu, aku sendiri juga heran.Kenapa Mama dan kakak datang dengan baju serba hitam dan mengasi tersedu-sedu.Sesekali mereka menghapus air mata dengan tisu dan menutupi wajah mereka dengan kerudung hitam.Aku masih tak mengerti apa yang mereka tangisi.Tiba2 saja, Bi Asih datang dan ikut menangis histeris.Aku makin bingung dan tanpa kusadari, aku berteriak tak henti2nya agar mereka mau diam.Mama, kakak, dan Bi Asih saling berpandangan.”Mungkin, sudah saatnya kamu tahu, Sayang.Kenapa kami menangis”, kata Mama sambil berjalan dan akhirnya duduk bersama di sampingku.
Mama dan kakak merangkulku, sedangkan Bi Asih duduk di bawah tepat di depanku. ”Mona ,mungkin ini memang berat untuk kamu terima, tapi ini semua memang kenyataan”, kata Mama tak kuasa menahan tangis.Aku mulai menengahi perkataan mereka.”Tunggu2 ! Sebenarnya ini ada apa,sich ! Mona nggak ngerti”.Aku bingung dengan mereka.”Mona, Sayang....dengar dulu penjelasan kami.Kakak cuma nggak mau kamu pergi dari rumah ini.Kakak tahu, kamu masih bingung dengan kejadian ini.Tapi, cobalah Mona untuk mengerti karna kami semua sangat sayang denganmu”, kata kakak memelukku dengan erat.Aku cepat2 melepas pelukan erat itu tanpa perasaan.”Mona, Mama mohon kamu jangan pergi.Karna Mama sudah menganggap kamu seperti anak Mama sendiri.Mama mohon...., mohon...., sekali....saja, Sayang.Kakakmu akan menjelaskan semuanya”, ucap Mama sambil memohon di bawah kakiku.Mama, kakak, dan Bi Asih mereka semua menyembah di bawah kakiku.
Hatiku memang keras seperti batu, hingga diriku tak dapat mengerti perasaan mereka.Tak baik rasanya jika orang yang sangat menyayangiku harus menyembah di bawah kakiku sambil memohon.Kubungkukkan badanku dan kuulurkan kedua tanganku.Kugapai tangan Mama, kakak, dan Bi Asih agar mereka mau berdiri.Kucoba untuk duduk di sofa lagi, untuk menghentikan suasana yang penuh permohonan.Wajahku masih cuek dan kusut.Aku dengar kakak menghela napas sesekali.Kurasa ia ingin bicara sesuatu.”Begini, Mona.Dulu, Mama dan Papa kamu adalah teman baik Mamaku.Mereka selalu bersama dalam suka maupun duka.Mamaku dan Papamu sudah berteman sejak lama, malahan.....sejak kecil terus bersama.Sudah 8 tahun berlalu, Mama dan Papamu sudah banyak menolong Mamaku, hingga akhirnya Mama jadi seperti ini, seperti sekarang, seperti sekarang, seperti yang kamu lihat sekarang ini.Mamaku telah menjadi orang yang sukses walaupun Mama akan Papamu tidak lagi tinggal bertetangga.Meski begitu, Mama, Papamu, dan Mamaku tetap bersama.Bahkan Mamamu dan Mamaku saling berjanji.”Janji Bunga”, janji yang tidak pernah kuketahui bersama Papamu.Tidak lama kemudian, tiba2 saja.....Mamamu terserang penyakit aneh dan akhirnya meninggal dunia.Selang beberapa hari, Papamu juga meninggal akibat stroke.Kini, tinggal kamu sendirian, Mona yang dulu, adalah seorang bayi perempuan kecil nan mungil juga lucu.Dan sejak saat itu, kami berjanji akan merawatmu hingga kamu sukses nanti”, jelas Kak Lisa.”Kakakmu benar, Mona....Tapi, kalau kamu pergi, Mama tidak akan pernah memaafkan diri Mama sendiri”, sela Mama.Tak terasa air mataku jatuh berlinang.Aku heran, kenapa selama ini mereka sembunyikan hal ini dariku.”Tapi..., tapi kenapa ! Kenapa baru sekarang kalian.....mendoakan kepergian Mama dan Papaku.Hah !! Jawab ! Kalau di tanyai itu jawab, dong ! Kenapa Ma....,kenapa kak !” hatiku masih belum bisa menerima semuanya.Hancur rasanya, benar2 mendadak !
Mama berdiri dari kursi dan menerik tanganku.Aku bingung bukan kepalang.Ke mana Mama akan membawaku ? Mama dan kakak masih menangis tersedu-sedu, mereka seperti tak kuat dan tak tahan melihatku seperti ini.”Mona, kamu lihat isi taman ini, Sayang”, suara Mama terputus-putus.Mereka hanya ingin menunjukkan sesuatu tentang taman itu.Aku tak paham apa maksud perkataan Mama, aku benar2 tak mengerti sama sekali.”Ayo, Sayang.Ikut Mama, Mama ingin menunjukkan sesuatu terahasia yang belum kau ketahui, Mona.Kamu lihat semua bunga anggrek Mama.Mereka semua diam, tumbuh dan berbunga dengan penuh rahasia.Ada sesuatu di balik bunga anggrek itu.Mereka semua hanya berbisik, mencoba melupakan hal yang paling menyedihkan.Tahun2 silam yang penuh dengan kesunyian.Malam yang begitu gelap tanpa matahari, tanpa belaian lembut sang angin.Yang sengaja menjatuhkan, menyatupadukan antara putik dan benang sarinya.Mereka itu sama seperti kamu, Mona.Hidup berselimutkan rahasia.Rahasia antara Mama dan Mamamu.Tak ada yang tahu tentang rahasia itu.Maafkan Mama, Mona.Mama belum bisa memberi tahu kamu, Sayang.Tapi, jika kamu benar2 ingin tahu dan sudah siap menerima semuanya.Dekati saja bunga2 itu !” Mama berlari menjauh dariku.Meninggalkan aku sendirian di taman.
Hatiku luluh rasanya.Aku masih berdiri di tengah indahnya taman bunga.Kugerakkan langakah kakiku yang terhenti sedari tadi.Kujongkokkan badan ini, duduk di dekat salah satu bungan anggrek, di antara hembusan angin sepoi.Tubuhku bagaikan benteng menutupi anggrek itu.Kusentuh batang bunga anggrek yang menggantung di atas kepalaku.Batangnya patah, sama seperti hatiku yang hancur sekarang ini.Tanpa kusangka, batang bunga anggrek itu mengeluarkan selembar gulungan kertas kecil.Aku penasaran, apa sich isisnya ! Kubaca sekata demi kata, kucoba untuk mengerti kalimat itu.Kupatahkan semua tangkai bunga anggrek Mama yang terindah.Aku tak percaya maksud semua ini, kenapa Mama terlalu banyakmenyimpan rahasia yang sudah bertahun-tahun lamanya mereka simpan dalam bunga ini.Bayanganku kabur, penuh tangis, kepalaku pusing, dan tiba2.....Brak ! Aku pingsan di bawah naungan anggrek dan terik sinar matahari.
Belaian lembut memecah mimpi indahku.Tubuhku teramat lelah, mataku berbinar-binar membuka keheningan.Kulihat Mama duduk disampingku.Melihatku dengan penuh kasih sayang mendalam.Aku terbangun, menitikkan air mata.”Maafkan aku, Mama.Aku sudah menyakiti hatimu.Maafkan aku, maafkan aku....hiks...hiks...!!” kupeluk erat Mamaku yang terkasih.Tak terasa air mataku jatuh berlinang.Suasana menjadi duka, hatiku bahagia.Namun kini, tinggal kepedihan di hati yang terasa amat menyakitkan batinku.Ternyata, sungguh tidak menyenangkan rasanya untuk ingin tahu rahasia seseorang.Dan sekarang, aku mulai sadar arti dari sebuah “Rahasia Bunga Anggrek” yang selalu Mama ucapkan kepadaku dan itulah sebabnya mengapa aku harus sayang pada anggrek itu.

Tidak ada komentar: