Kamis, 23 April 2009

Jujurlah Pada Dirimu


Karya : Kirana Dyah Chita Insani – 8B

Ujian Akhir Sekolah sudah di depan mata. Aku harus berusaha agar bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan aku tidak boleh menggunakan cara curang sedikitpun. Agar ibuku bangga padaku. Kasihan ibu , semenjak kepergian bapak yang tidak akan pernah kembali , dia harus banting tulang mencari nafkah untuk biaya kebutuhan sehari-hari dan untuk biaya sekolahku. Akhir-akhir ini ibu sakit , tentu saja aku tidak tega melihat ibu bekerja dalam keadaan begini. Akulah yang harus menggantikannya bekerja. Ibu sempat melarang , namun aku bersikeras untuk tetap menggantikan ibu bekerja.

Seperti biasa , sepulang sekolah aku banting tulang bekerja demi biaya sekolahku dan kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di salah satu rumah makan , kadang-kadang aku juga berjualan koran , dan kalau hujan turun aku menjadi ojek payung. Banyak hal yang kulakukan agar semua biaya hidupku dan keluargaku tercukupi. Tidak lupa aku belajar di sela-sela waktuku bekerja. UAN tinggal seminggu lagi , namun . . . aku merasa aku belum siap untuk ujian. Aku tidak ingin aku tidak lulus. Pasti ibu sedih dan aku tidak dapat melanjutkan sekolah. Tapi aku tidak bisa berbuat curang ,p pasti aku mengecewakan ibu juga. Bagaimana ini ? Apa yang harus aku pilih ?

Hari berganti hari . . . Besok aku sudah mengikuti UAN. Aku tetap giat bekerja dan belajar meski aku tetap belum siap dengan ujian ini. Aku . . . tidak bisa. Aduh . . . bagaimana ini ? Apa sebaiknya aku membuat catatan kecil saja ? Supaya nanti aku dapat ingat sedikit dari materi yang kubaca. Daripada repot-repot untuk menghafalkan buku sebanyak ini ?

Keesokan harinya . . . Aku sudah siap ujian. Juga dengan sedikit catatan di dalam kantong seragamku. Jika nanti aku kebingungan aku hanya tinggal menarik kertas ini. Tempat ini juga strategis , ada di pojok ruangan. Tidak lama kemudian . . .

“Heh . . . Apa yang kamu lakukan ? Membawa catatan kecil di dalam ruang ujian. Mau mencontek kamu ?”
“Tidak Pak. Ini hanya coret-coretan di dalam bangku. Sumpah Pak , saya tidak mencontek sedikitpun.”
“Bohong kamu ! Kemarin para OB dan staf sudah membersihkan semua bangku. Tidak ada sedikitpun kertas , semuanya sudah di buang. Kamu . . . Keluar dari ruangan ! Kamu tidak saya perbolehkan mengikuti ujian. Kamu sudah mencontek.”

Wah . . . Teman sekelasku sudah ada yang ketahuan mencontek. Bagaimana ini , jika aku ikut dikeluarkan dari kelas. Pasti ibu akan dipanggil menghadap Kepala Sekolah dan aku tidak dapat bersekolah lagi di sini. Dan ibu pasti tidak mau menyekolahkanku ke sekolah lain , uang kami sudah tidak cukup. Bagaimana ini ? Aduh . . .
Aku begitu bodoh , membuat contekan. Ini merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Tuhan juga pasti marah padaku. Padahal , dahulu aku sudah pernah berjanji untuk dapat mengerjakan soal ujian tanpa menggunakan contekan. Lebih baik aku menyobek kertas ini dan membuangnya. Lagipula aku sudah belajar kan ? Tidak usah khawatir. Oh Tuhan . . . Aku amat berterima kasih padaMu karena telah membuatku sadar mana yang baik dan mana yang buruk.

Tidak ada komentar: