Minggu, 25 Januari 2009
Cinta Sehangat Roti Panggang
Oleh : Riza Adrian Soedardi (8B)
‘Ugh. Setiap hari ku slalu sperti ini. Pagi-pagi sekali, udah keliling pasar. Nawarin dagangan Ibu. Jam 6.45 Aku udah nyampe sekolah, dengan bau pasar. Gimana nggak ? Jam setengah 6 berangkat, jam enam kurang lima belas menit udah nyampe. Bayangin aja! Satu jam di pasar sebelum berangkat sekolah ! Sebenernya, Ibu itu sayang nggak sih sama Aku ? Apa Dia nggak pernah tau. Di sekolah, aku mual dengan bau-bau yang melekat di tubuhku dicampur lagi dengan sengatan matahari pukul 12 siang. Rasanya risih. Gimana bisa dapet nilai bagus kalo belajar aja keganggu kayak gini! Banyak mau!’
*****
Della menutup buku diary-nya dan melirik jam mickey mouse yang tergantung manis di dinding. Waktu menunjukkan pukul 22.15. Tanpa membuang waktu, Della segera menyimpan diary-nya disebuah kotak kecil ,dan menarik selimut seraya berucap “Selamat malam, Ayah!”.
Pagi ini Della tidak harus berangkat pagi-pagi. Pagi ini dia hanya menitipkan dagangan Ibu di kios kecil dekat sekolahnya. Tampak Della sedang sibuk merogoh saku atas bajunya. Ibu tampak bingung dengan tingkah Della.
“Della, ada apa dengan saku-mu ? Robek ?” tanya Ibu.
“Oh, nggak kok Bu, Ini masih bagus!” jawab Della bohong.
Seolah Ibu dapat menatap kebohongan di mata Della. Ibu segera memancing pertanyaan untuk Della.
“Ummm, Della. Untuk uang saku hari ini masih ada ?” pancing Ibu. Della bingung, apa dia harus berkata ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Meskipun ia tidak menyukai Ibunya, ada sebagian hatinya yang luruh dan berkata ‘jangan kau repotkan Ibumu!’.
“Masih Bu, kemarin tersisa cukup banyak” tuturnya karena tak ingin mengecewakan Ibu. Suasana hening. Langit di luar menjadi mendung. Della sudah membohongi Ibunya. Ibu terdiam sejenak.
“Bu, mana dagangan yang harus Aku bawa ?” seru Della mencairkan suasana. Tak urung, Ibu segera mengambil tiga loyang kue kukus yang harus dibawa Della. Tapi hari ini ada yang berbeda, Ibu juga membawakan sekotak kecil roti panggang.
“Ada pesanan lebih Bu ? Kok ada sekotak lagi ?” tanya Della terheran-heran.
“Bukan, itu roti panggang buat kamu. Biar nanti nggak jajan banyak” jawab Ibu dengan kalem.
“Oh... Makasih ya Bu. Della berangkat dulu ya...” pamit Della. Hari ini ia langsung melangkah ke sekolah.
Langit semakin gelap dan gerimis kecil mulai menghujaninya. Ups… terpaksa Della harus berteduh dulu. Della berteduh di emperan toko dan mengamankan dagangannya. Hujan tak kunjung berhenti, justru makin hebat saja. Membuat Della ingin menyumpahi musim hujan yang datang lebih awal. Jalanan menjadi sepi. Beberapa orang yang pada awalnya bertekad untuk melawan hujan, kini menyerah, turut berteduh di emperan toko ini. Dalam waktu 10 menit, trotoar ini sudah penuh sesak dengan orang yang berteduh sejenak.
Della takut akan terlambat menyerahkan dagangan Ibu ke kios dan terlambat sampai sekolah. Ia juga lupa untuk membawa mantel hujannya. Tapi, percuma saja. Mantel itu sudah penuh lubang. Jadi, tak kan ada bedanya antara menggunakan mantel dan tidak mengenakannya. Badan Della menggigil kedinginan. Ia menjadi lapar. Pagi ini dia belum sempat sarapan untuk mengisi tenaga.
Hujan tak kunjung berhenti. Perut Della terus meraung-raung. Udara dingin menusuk badannya. Sedangkan, dagangan Ibunya... Mau makan apa besok kalau dagangan hari ini tak laku. Udara ingin terus menusuk-nusuk. Ia melirik kue kukus dagangan Ibunya. ‘Hangatnya...’, tuturnya dalam hati. Tiba-tiba, seorang Ibu-ibu menghampirinya.
“Dek...” sapa Ibu-ibu tak dikenal itu. Della terlonjak kaget melihat Ibu-ibu paruh baya menghampirinya.
“Ada apa Bu ?” jawabnya berusaha sesopan mungkin.
“Ummm, ini rotinya dijual ?” tanya Ibu itu. Della semakin bingung.
“Iya...” jawab Della ragu.
“Jadi gini dek.. Ibu ini mau ke pasar untuk beli kue. Sayangnya, hujannya tak kunjung berhenti. Ibu mau beli kuenya dua loyang” sahut Ibu itu kalem. Pikiran Della makin tak karuan. Ia takut kalau besok ia tak bisa sarapan, tapi dia jug takut kalau penjaga kios marah karena Della menjual kue tersebut ke orang lain. Akhirnya Della memutuskan untuk menjual kue kukus-paling-enak-sedunia itu kepada Ibu paruh baya ini.
“Silahkan Bu. Satu loyangnya, Rp 15.000. Kalau dua loyang jadi Rp 30.0000” sahut Della bersemangat.
“Oooo... ini uangnya, pas kan?! Bisa saya bawa pulang sekarang ?” tanya ibu itu lagi seraya memberikan tiga lembar uang bernilai sepuluh ribu.
“Silahkan Bu, terima kasih telah membeli kue buatan Ibu saya...” jawab Della dengan senyum mengembang. Tak lama, banyak pembeli yang datang dan memuji kue buatan Ibu Della. Della senang bukan kepalang.
Hujan mulai reda. Perut Della tetap meraung-raung. Upsss... Della lupa kalau Ibu membawakannya roti pangggang. Dikeluarkan bekalnya. Melihat jam tangan, masih ada waktu 20 menit sebelum bel masuk sekolah. Tanpa ragu, Della melahap roti panggangnya yang masih hangat. Enak...pikirnya. Della pun menyadari... tiada satu orang pun yang dapat mengerti keadaannya.... kecuali Ibunya. Hangatnya roti panggang merasuk kedalam hatinya dan ia tahu. Hangat yang ia rasakan adalah hangat rasa cinta ibunya.... Dan kini, esok, dan selamanya... ia tak kan mengeluh untuk berkecamuk dengan bau pasar untuk Ibunya....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
duh..........nie milik skolah yg dikelola pribadi yo??? acik dong.......
slam kenal dre Rania yo!!!!
Posting Komentar